Peran Filsafat Dalam Ilmu Pengetahuan: Fondasi Epistemologis dan Relevansinya di Era Modern

Ainun Nurpina, Gina Sonia, Siti Maulidina, Zurrahmah Zurrahmah, Muhamad Parhan

Sari

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia yakni kata philos berarti cinta dan Sophia berarti pengetahuan, hikmah atau kebenaran. Secara etimologi, kata filsafat berarti cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Filsafat juga dapat berarti teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.Menurut Aristoteles yang mengemukakan bahwa filsafat merupakan ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika. Berbeda dengan Al Farabi yang berpandangan bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Filsafat secara harfiah berarti cinta kepada kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun manusia mungkin tidak sepenuhnya memahami segala sesuatu yang dimaksudkan dengan kebijaksanaan, mereka harus terus mengejarnya. Filsafat adalah jenis pengetahuan yang dapat diukur dan menembus inti dari segala sesuatu. Dapat disimpulkan bahwa filsafat pada dasarnya adalah kegiatan berpikir yang sistematis, menyeluruh, logis, dan radikal (Dr. Ismail Marzuki, 2021).Secara etimologis ilmu adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Arab yakni ‘alima yang berarti tahu atau mengetahui. Berdasarkan KBBI Ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Dalam bahasa Inggris, kata science diterjemahkan sebagai "ilmu," sementara knowledge berarti "pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, istilah science berasal dari bahasa Latin scio dan scire, yang berarti "mengetahui." Kata ini umumnya diterjemahkan sebagai "ilmu," tetapi sering juga digunakan dalam konteks "ilmu pengetahuan." Meskipun kedua istilah tersebut sering dianggap memiliki makna yang sama, secara konseptual terdapat perbedaan dalam penggunaanny (Syukri & Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2024).Sedangkan menurut Aristoteles ilmu adalah pengetahuan demonstratif tentang sebab-sebab hal (Syukri & Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2024).  Ilmu adalah istilah yang mengacu pada lebih dari sekedar pengetahuan. Pada zaman dahulu, orang yang dianggap berilmu jelas merupakan orang yang telah dianggap memiliki kemampuan yang didapat melalui syarat tertentu. Orang yang dianggap berilmu juga dianggap telah lulus ujian dan memiliki predikat kelayakan.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh melalui persentuhan panca indera terhadap sesuatu. Pada dasarnya, proses melihat, mendengar, merasakan, dan berpikir adalah dasar dari sikap dan perilaku manusia (Makhmudah, 2017). Pendekatan akal dan intuisi bekerja sama untuk membangun ilmu pengetahuan. Akal memiliki keterbatasan penalaran yang kemudian disempurnakan oleh intuisi, yang merupakan pemberian atau bantuan. Karena pemberian dari intuisi belum sistematis, bantuan nalar diperlukan untuk mensistematisasikan pengetahuan yang bersifat pemberian (Ulum, 2021). Filsafat dan ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia dalam memahami suatu konsep dan metode dari sebuah disiplin ilmu (Fadli, 2021).            Pada tahap awal perkembangan pemikiran manusia, filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki keterkaitan yang erat. Pada masa Yunani Kuno, pemikiran filosofis yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Aristoteles dan Plato mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk logika, metafisika, etika, serta kajian tentang alam semesta. Pada masa itu, belum ada batasan yang jelas antara filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga filsafat berperan sebagai landasan utama dalam pengembangan ilmu. Selain itu, dalam era skolastik, filsafat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari teologi, dimana keduanya saling melengkapi dan berkembang secara bersamaan (Taufik, 2020).Seiring dengan perkembangan intelektual manusia, ilmu pengetahuan dan filsafat mulai mengalami pemisahan. Ilmu pengetahuan semakin mendominasi pemikiran manusia, sedangkan filsafat tetap berperan dalam memberikan landasan konseptual dan kritis. Hal ini mendorong upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayah masing-masing, bukan untuk mengisolasi, melainkan untuk memperjelas hubungan keduanya dalam konteks pemahaman khazanah intelektual manusia. Harold H. Titus mengakui bahwa sulit untuk menyatakan secara tegas dan ringkas tentang hubungan antara ilmu dan filsafat karena keduanya memiliki banyak persamaan dan perbedaan. Para ilmuwan berbeda-beda dalam berpendapat tentang sifat dan keterbatasan ilmu, dan para filsuf berbeda-beda dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Dua tugas filsafat tidak ada pada ilmu, menurut Sidi Gazalba (1992). Yang pertama adalah merenungkan dunia secara menyeluruh, khususnya tentang makna, tujuan, dan nilai. Yang kedua adalah menguji pengertian secara kritis, baik yang digunakan oleh ilmu atau anggapan umum. Baik filsafat maupun ilmu menggunakan berpikir kritis, berpikiran terbuka, dan sangat berhati-hati pada kebenaran dalam upaya mereka untuk memahami dunia dan kehidupan. Ini adalah persamaan, jika tidak persamaan, antara keduanya (Syukri & Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2024).            Meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan dalam upaya mencari kebenaran. Filsafat dan ilmu pengetahuan sama-sama menerapkan pemikiran reflektif, kritis, serta sikap terbuka dalam mengkaji realitas. Hubungan antara keduanya bukanlah hubungan yang bertentangan, melainkan saling melengkapi, di mana filsafat memberikan landasan konseptual bagi ilmu pengetahuan, sementara ilmu pengetahuan menyediakan fakta dan temuan empiris yang memperkaya filsafat. Ilmu pengetahuan bersifat analitis dan deskriptif dengan fokus pada objek tertentu guna menemukan fakta serta mengembangkan teknologi. Sementara itu, filsafat berusaha menemukan kebenaran yang lebih mendasar dan universal melalui pemanfaatan akal secara optimal. Dengan demikian, baik filsafat maupun ilmu pengetahuan memiliki kontribusi penting dalam menjawab berbagai persoalan kehidupan manusia melalui pendekatan yang sistematis dan kritis (Fadli, 2021).Hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan kuat karena keduanya berasal dari upaya manusia. Kegiatan manusia dapat digambarkan baik dari segi prosesnya maupun dari segi hasilnya. Jika dilihat dari segi hasilnya, keduanya merupakan hasil dari berpikir manusia secara sadar. Jika dilihat dari segi prosesnya,menunjukkan suatu kegiatan yang mencoba memecahkan masalah dalam kehidupan manusia dengan menggunakan metode atau prosedur tertentu secara sistematis dan kritis untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan. Hubungan antara ilmu pengetahuan dan filsafat saling melengkapi. Mereka berfungsi sama-sama, bukan bertentangan. Pada hakikatnya, perbedaan itu terjadi karena metode yang berbeda digunakan. Ilmu pengetahuan menggunakan metode ilmiah, yang terdiri dari observasi, eksperimen, pengujian hipotesis, dan analisis berbasis data. Metode ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat diuji ulang. Sementara itu, filsafat lebih menekankan metode refleksi, analisis konseptual, dan argumentasi logis untuk memahami makna dari berbagai konsep yang digunakan dalam ilmu dan kehidupan. Jadi, kita perlu melakukan perbandingan dan perbandingan antara ilmu pengetahuan dan filsafat untuk melihat apa yang berbeda dan apa yang berbeda. Filsafat belajar dari ilmu pengetahuan dengan menekankan keseluruhan (sinopsis), karena keseluruhan memiliki sifat yang tidak ditemukan pada bagian-bagiannya.Sejak masa Renaissance yang kemudian disusul oleh Aufklärung pada abad ke-18, filsafat yang sebelumnya menjadi induk dari berbagai cabang ilmu pengetahuan mulai ditinggalkan oleh "anak-anaknya" (cabang-cabang ilmu pengetahuan). Seiring waktu, cabang-cabang ilmu berkembang secara mandiri, bersama dengan "anak kandungnya" yaitu teknologi. Dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mengalami kemajuan pesat dan menghasilkan berbagai temuan yang bersifat revolusioner, sehingga semakin memperkuat posisi mereka sebagai entitas yang berdiri sendiri. Namun, terdapat kecenderungan bahwa ilmu pengetahuan dikembangkan dan diterapkan berdasarkan asumsi-asumsi filosofis yang melandasinya. Permasalahan yang muncul, baik dari sisi teoritis maupun praktis, sering kali ditinjau secara sektoral dari sudut pandang masing-masing disiplin ilmu, tanpa adanya koordinasi lintas bidang. Akibatnya, komunikasi antar disiplin ilmu menjadi sulit dikembangkan, karena setiap bidang ilmu memiliki terminologi dan pendekatan teknisnya sendiri yang sering kali tidak selaras dengan bidang lainnya (Rofiq, 2018).Selain itu, Rofiq (2018) juga menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan manusia, baik dalam aspek sosial, budaya, maupun lingkungan. Jika tidak diarahkan dengan baik, perkembangan ini dapat menimbulkan dampak negatif, seperti munculnya perilaku anti-kemanusiaan, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, komersialisasi ilmu pengetahuan tanpa mempertimbangkan etika, serta penerapan iptek yang merusak keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kritis dalam mengelola perkembangan ilmu dan teknologi agar tetap sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan. Sejalan dengan berbagai tantangan yang muncul akibat kemajuan iptek dan spesialisasi ilmu yang semakin terfragmentasi, ilmu pengetahuan mulai kehilangan sifatnya yang holistik dan integratif. Masing-masing disiplin ilmu berkembang secara terisolasi, sehingga tercipta kesenjangan dalam pemahaman yang utuh terhadap realitas. Dalam kondisi ini, terasa adanya kebutuhan untuk membangun interaksi yang lebih erat antara berbagai disiplin ilmu, sehingga upaya membentuk komunitas akademik yang inklusif dan kolaboratif menjadi semakin mendesak.Dalam konteks ini, filsafat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu. Filsafat tidak hanya membantu dalam memahami hubungan antar banyak bidang ilmu, tetapi juga mencegah pemisahan yang terlalu kaku antara sains, humaniora, dan teknologi. Lebih dari itu, filsafat memberikan kerangka berpikir kritis yang memungkinkan evaluasi terhadap konsep, metode, serta implikasi ilmu pengetahuan. Peran filsafat dalam etika juga menjadi sangat krusial, khususnya dalam memastikan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan mempertimbangkan aspek moral, sosial, dan lingkungan. Sebagai contoh, perkembangan kecerdasan buatan (AI) di era digitalisasi menghadirkan berbagai dilema etis yang harus dikaji secara mendalam agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat (Djamhuri, 2011).Selain itu, pendekatan interdisipliner seperti pendidikan berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) dapat menjadi solusi dalam mengintegrasikan ilmu alam, humaniora, dan seni. Pendekatan ini memungkinkan terciptanya pemahaman yang lebih komprehensif terhadap ilmu pengetahuan, sehingga tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memperhatikan aspek kemanusiaan. Dengan demikian, filsafat tetap memiliki peran fundamental dalam ilmu pengetahuan, baik sebagai alat refleksi kritis maupun sebagai penjaga nilai-nilai etis dalam perkembangan sains dan teknologi (Djamhuri, 2011).Secara keseluruhan, filsafat memainkan peran yang sangat penting dalam memberikan kerangka konseptual dan etis bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat tidak hanya berfungsi sebagai sarana refleksi dan pertanyaan kritis, tetapi juga berkontribusi dalam membentuk paradigma berpikir manusia terhadap realitas dan pengetahuan. Interaksi antara filsafat dan ilmu pengetahuan memperkaya wacana intelektual, meskipun sering kali menimbulkan perdebatan mengenai sifat realitas dan batas-batas epistemologi manusia. Dengan demikian, filsafat dan ilmu pengetahuan bukanlah entitas yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi dalam upaya memahami dunia dan kehidupan manusia secara lebih mendalam (Pabisa, 2024).Seiring dengan revolusi industri pada abad ke-17 yang melahirkan masyarakat modern, berbagai gagasan dan pandangan idealis mulai berkembang dan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan sosial. Gagasan-gagasan ini secara bertahap menjadi dasar bagi perubahan sosial yang terus berlanjut hingga kini. Namun, dalam perjalanannya, terjadi pergeseran tujuan yang menyebabkan penyimpangan dari maksud awal perubahan tersebut (Tasnur & Sudrajat, 2020). Meskipun demikian, studi filsafat tetap memiliki peran signifikan dalam proses modernisasi. Sebagaimana diungkapkan oleh Sani Susanti et al., (2023), filsafat dapat menjadi strategi budaya yang mendukung perkembangan peradaban. Oleh karena itu, filsafat dan teologi tetap relevan dalam menjawab berbagai pertanyaan manusia di era modern. Lebih dari sekadar refleksi pemikiran, filsafat berfungsi sebagai sarana untuk membentuk pola pikir yang kritis, kreatif, dan mandiri dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan pendekatan yang sistematis dan rasional, filsafat membantu individu memahami perubahan sosial, teknologi, dan budaya secara lebih mendalam. Hal ini menjadikan filsafat tetap relevan dalam kehidupan manusia modern, di mana hanya mereka yang berpikir terbuka, inovatif, dan mandiri yang dapat menguasai serta beradaptasi dengan dinamika perubahan yang terus berlangsung.Dalam pandangan yang menyeluruh, filsafat ilmu memandang perkembangan ilmu pengetahuan sebagai sebuah proses pencarian yang tidak pernah berhenti, dengan kesadaran bahwa pengetahuan yang kita miliki saat ini selalu terbuka untuk dikembangkan dan disempurnakan (Tjahjadarmawan & X, 2023). Ilmu pengetahuan mendorong kemajuan teknologi, sedangkan teknologi berperan sebagai alat yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan sosial maupun pribadi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sering berjalan beriringan, memungkinkan manusia untuk lebih efektif dan efisien dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Dengan kata lain, kemajuan dalam kedua aspek ini berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup manusia, baik dalam hal keterampilan maupun kecerdasan. Dampak dari perkembangan ini dapat bersifat positif maupun negatif. Salah satu dampak positifnya adalah kemudahan dalam aktivitas ekonomi lintas negara melalui e-commerce. Di sisi lain, dampak negatif yang dapat timbul adalah meningkatnya dekadensi moral atau kemerosotan nilai-nilai etika dalam masyarakat. Oleh karena itu, filsafat ilmu memiliki peran penting sebagai pengendali dalam setiap penerapan ilmu dan teknologi agar tetap sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Mengingat bahwa IPTEK telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, keseimbangan antara kemajuan teknologi dan etika dalam penggunaannya perlu terus diperhatikan.Filsafat dapat dipahami sebagai suatu cara berpikir yang mendorong individu untuk bersikap kritis, kreatif, dan mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Di era modern yang penuh dengan dinamika dan perubahan cepat, filsafat tetap memiliki relevansi yang kuat karena mampu membentuk pola pikir yang analitis serta terbuka terhadap hal-hal baru. Dengan kemampuan berpikir yang tajam dan inovatif, seseorang dapat lebih adaptif dalam merespons perkembangan zaman, baik dalam bidang teknologi, sosial, maupun budaya. Oleh karena itu, pemikiran filosofis tidak hanya menjadi landasan dalam mencari kebenaran, tetapi juga sebagai alat untuk memahami dan mengatasi tantangan global secara bijaksana (Santi et al., 2022).Filsafat Islam tetap relevan di era modern karena mampu menjembatani ilmu dan agama dalam menghadapi tantangan sekularisme dan materialisme. Kemajuan sains dan teknologi sering kali membawa kehampaan spiritual, sehingga filsafat Islam berperan dalam menjaga keseimbangan antara rasionalitas dan nilai-nilai ketuhanan. Dengan pendekatan berpikir rasional dan konsep sunnatullah, filsafat Islam mendorong pemikiran kritis serta memberikan landasan etika bagi pengembangan ilmu pengetahuan agar tetap bermoral dan bermanfaat bagi kemanusiaan (Paramadina & 2017, n.d.).

Kata Kunci

Filsafat; Ilmu Pengetahuan; Era Modern

Referensi

Djamhuri, A. (2011). Ilmu Pengetahuan Sosial dan Berbagai Paradigma dalam Kajian Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 15(4), 1–26. https://doi.org/10.18202/jamal.2011.04.7115

Dr. Ismail Marzuki, M. S. (2021). Filsafat Ilmu Pengetahuan. In Pustaka Diamond. https://repository.usd.ac.id/7333/1/3. Filsafat Ilmu Pengetahuan (B-3).pdf

Fadli, M. R. (2021a). Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya Di Era Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0). Jurnal Filsafat, 31(1), 130. https://doi.org/10.22146/jf.42521

Fadli, M. R. (2021b). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54. https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075

Hidayat, R. (2024). Harmonisasi Pengetahuan: Menelusuri Interaksi Islam dan Filsafat dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan. EL-FIKR: Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, 5(1), 37–53. https://doi.org/10.19109/el-fikr.v5i1.21680

Kholidah, Hidayat, Jamaludin, Leksono, 4Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2023.KAJIAN ETNOSAINS DALAM PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENUMBUHKAN NILA

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.