KARAKTERISTIK BAHASA JURNALISTIK DALAM ARTIKEL SURAT KABAR PRIANGAN

Eka Puspitasari

Abstract


ABSTRAKKenyataan di lapangan  menunjukkan bahwa tidak sedikit surat kabar yang kurang mengindahkan atau mempedulikan cara penulisan artikel sesuai dengan karakteristik yang menjadi tolok ukurnya. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak baik terhadap pengetahuan generasi muda tentang   cara penulisan artikel. Rumusan  masalah yang diajukan adalah Bagaimanakah karakteristik bahasa jurnalistik  dalam artikel Surat Kabar Priangan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.  Dari deskripsi yang dilakukan akan diperoleh suatu pola belajar atau pola pembelajaran.  Hasil penelitian sebagai berikut: Komunikatif. Dimana bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit, tidak berbunga-bunga, harus terus langsung pada pokok permasalahannya (straight to the point). Artinya bahasa yang digunakan dalam artikel surat kabar priangan bentuknya lugas, sederhana, tepat diksinya, dan menarik sifatnya. Bahasa jurnalistik yang memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut, akan menjadi bahasa yang komunikatif, bahasa yang tidak mudah menimbulkan salah paham, bahasa yang tidak mudah menimbulkan tafsir ganda, dan bahasa yang akan dicintai atau digemari massa.  Spesifik. Dimana bahasa yang digunakan tidak disusun dengan kalimat-kalimat yang singkat-singkat atau pendek-pendek. Bentuk-bentuk kebahasaan yang sederhana, mudah diketahui oleh orang kebanyakan, dan gampang dimengerti oleh orang awam, harus senantiasa ditonjolkan atau dikedepankan di dalam bahasa jurnalistik. Bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan dalam bahasa jurnalistik sedapat mungkin berciri minim karakter kata atau sedikit jumlah hurufnya. Jelas makna menggunakan kata-kata yang bermakna denotative (kata-kata yang mengandung makna sebenarnya), bukan kata-kata yang bermakna konotatif (kata-kata yang maknanya tidak langsung, kata-kata yang bermakna kiasan). Penghalusan bentuk kebahasaan (eufemisme), justru dapat dipandang sebagai pemborosan kata di dalam bahasa jurnalistik. Tidak mubazir dan tidak klise. Artinya bahas ayang digunakan menunjuk pada kata atau frasa yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat yang menjadi wadahnya, dan peniadaan kata-kata tersebut tidak mengubah arti atau maknanya. Kata-kata klise atau stereotype ialah kata-kata yang berciri memenatkan, melelahkan, membosankan, terus hanya begitu-begitu saja, tidak ada inovasi, tidak ada variasi, hanya mengulang-ulang keterlanjuran. Kata-kata yang demikian, lazim disebut dengan tiring words. Bahasa jurnalistik harus menghindari itu semua, demi maksut kejelasan, demi maksut kelugasan, dan demi ketajaman penyampaian ide atau gagasanKenyataan di lapangan  menunjukkan bahwa tidak sedikit surat kabar yang kurang mengindahkan atau mempedulikan cara penulisan artikel sesuai dengan karakteristik yang menjadi tolok ukurnya. Hal ini menjadi suatu hal yang tidak baik terhadap pengetahuan generasi muda tentang   cara penulisan artikel. Rumusan  masalah yang diajukan adalah Bagaimanakah karakteristik bahasa jurnalistik  dalam artikel Surat Kabar Priangan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.  Dari deskripsi yang dilakukan akan diperoleh suatu pola belajar atau pola pembelajaran.  Hasil penelitian sebagai berikut: Komunikatif. Dimana bahasa yang digunakan tidak berbelit-belit, tidak berbunga-bunga, harus terus langsung pada pokok permasalahannya (straight to the point). Artinya bahasa yang digunakan dalam artikel surat kabar priangan bentuknya lugas, sederhana, tepat diksinya, dan menarik sifatnya. Bahasa jurnalistik yang memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut, akan menjadi bahasa yang komunikatif, bahasa yang tidak mudah menimbulkan salah paham, bahasa yang tidak mudah menimbulkan tafsir ganda, dan bahasa yang akan dicintai atau digemari massa.  Spesifik. Dimana bahasa yang digunakan tidak disusun dengan kalimat-kalimat yang singkat-singkat atau pendek-pendek. Bentuk-bentuk kebahasaan yang sederhana, mudah diketahui oleh orang kebanyakan, dan gampang dimengerti oleh orang awam, harus senantiasa ditonjolkan atau dikedepankan di dalam bahasa jurnalistik. Bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan dalam bahasa jurnalistik sedapat mungkin berciri minim karakter kata atau sedikit jumlah hurufnya. Jelas makna menggunakan kata-kata yang bermakna denotative (kata-kata yang mengandung makna sebenarnya), bukan kata-kata yang bermakna konotatif (kata-kata yang maknanya tidak langsung, kata-kata yang bermakna kiasan). Penghalusan bentuk kebahasaan (eufemisme), justru dapat dipandang sebagai pemborosan kata di dalam bahasa jurnalistik. Tidak mubazir dan tidak klise. Artinya bahas ayang digunakan menunjuk pada kata atau frasa yang sebenarnya dapat dihilangkan dari kalimat yang menjadi wadahnya, dan peniadaan kata-kata tersebut tidak mengubah arti atau maknanya. Kata-kata klise atau stereotype ialah kata-kata yang berciri memenatkan, melelahkan, membosankan, terus hanya begitu-begitu saja, tidak ada inovasi, tidak ada variasi, hanya mengulang-ulang keterlanjuran. Kata-kata yang demikian, lazim disebut dengan tiring words. Bahasa jurnalistik harus menghindari itu semua, demi maksut kejelasan, demi maksut kelugasan, dan demi ketajaman penyampaian ide atau gagasan

Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.25157/diksatrasia.v1i1.107

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2017 DIKSATRASIA


Diksatrasia indexed by:

    

 

View Diksatrasia Stats


      Lisensi Creative Commons

Jurnal Diksatrasia at http://jurnal.unigal.ac.id/index.php/diksatrasia is licensed under Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.