KEARIFAN BUDAYA SUNDA DALAM PERALIHAN KEPEMIMPINAN KERAJAAN SUNDA DI KAWALI SETELAH PERANG BUBAT

Rusyai Padmawijaya, Siti Khodijah

Abstract

Pemerintahannya, Bunisora Suradipati cenderung sebagai raja yang berkarakteristik religius. Kepiawaian Bunisora Suradipati dalam mengolah kerajaan sangat bagus dan sangat bijaksana. Beliau memegang penuh kestabilan aturan dan norma-norma kenegaraan. Konsep kepemimpinan di Sunda pada waktu pemerintahan Bunisora Suradipati tidak bisa lepas dari dua hal. Pertama, kitab Watang Ageung (satu kitab yang selalu digunakan oleh orang Sunda yang mengadopsi atau meyakini ageman atau kepercayaan Sunda Wiwitan. Yang kedua yaitu dari Siksakandang Karesian. Salah satunya konsep kepemimpinannya ialah dengan menggunakan konsep Tri Tangtu (tiga kunci atau tiga titik pemerintahan). Ketiga kunci tersebut yaitu Resi, Ratu, dan Rama. Tipe kepemimpinan Bunisora Suradipati adalah tipe kepemimpinan demokratis. Pada tahun 1371 Masehi, Bunisora Suradipati menyerahkan tahtanya kepada Niskala Wastu Kancana. Hal itu terjadi karena keluhuran budi Bunisora Suradipati, khususnya kejujurannya, sehingga Bunisora Suradipati menganggap bahwa tahta tersebut merupakan sebuah titipan, sebagai amanat sambil menunggu pewaris tahta yang sebenarnya dewasa, yaitu Niskala Wastu Kancana. Budaya Sunda berdampak besar terhadap kepemimpinan dan tatanan pemerintahan, serta berdampak juga terhadap kehidupan masyarakatnya. Salah satu dampak besar yang terjadi di Kerajaan Sunda setelah terjadinya tragedi Perang Bubat, yaitu “Dilarangnya keluarga Keraton atau kerabat keraton Kerajaan Sunda menikah dengan keluarga atau kerabat keraton Majapahit”. Hebatnya lagi dalam hal pemerintahan, keluhuran Budi Bunisora suradipati itu ditiru dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Niskala Wastu Kancana sebagai anak asuhnya. Sewaktu Niskala Wastu Kancana memegang tahta kerajaan, itu tidak terlepas dari ingatannya yaitu dari amanat-amanat sang paman, Bunisora Suradipati.Kata Kunci: Budaya Sunda, Kepemimpinan dan Perang BubatABSTRACTGovernment, Bunisora Suradipati tend to be characterized by religious king. Bunisora Suradipati’s skill into manage the kingdom was very good and so wise. He was kept the stability of arrangment and the norm of state. The Concept of the leadership in sundanic even Bunisora suradipati government was never be apart from two items. First, is kitab Watang Ageung (one kitab which always used by sundanese who adopt or be sure about certainty or believing Sunda Wiwitan). Second, Siksakandang Karesian. One of them leadership concept is used Tri Tangtu (the three key or the three drip government). And the three key was Resi, Ratu, dan Rama. Bunisora Suradipati type of leadership is the type of democratic leadership. In the year 1371 AD, Bunisora Suradipati gives his throne to Niskala Wastu Kancana. That’s was happened because of Bunisora Suradipati’s kindness, especially his honesty, so Bunisora Suradipati consider that the trone it was a deposit, as a mandate while waiting trone hairs, is Niskala Wastu Kancana. Sundanese culture have a major impact on the leadership and governance structure, and also have an impact on the lives of its people. One of the major impacts that occurred in the Kingdom of Sunda after tragedy Bubat War, namely "prohibiting family or relatives Kraton Kraton Kingdom of Sunda married with families or relatives Majapahit palace". Remarkably again in terms of governance, the kindness of Bunisora suradipati was applied on Niskala Wastu Kancana as his foster care. While Niskala Wastu Kancana hold the kingdom throne, it was never be apart from his memory about hid uncle’s mandate, Bunisora Suradipati.Keywords: Sundanese culture, Leadership and War of Bubat

Full Text:

PDF INDONESIA

References

Ahmad, Beni dan Ii Sumantri. 2014. Kepemimpinan. Bandung: Pustaka Setia.

Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama.

Charliyan, Anton. 2013. Kepemimpinan Nasional Berbasis Kearifan Lokal Menuju Masyarakat Tata Tentrem Kertaraharja.

Hamid, Abd Rahman dan Muhammad Saleh Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Herimanto dan Winarno. 2011. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Cetakan Keempat. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayat, Samsul. 2008. Implikasi Dan Konsekwensi Nilai-Nilai Local Wisdom (Kearifan Lokal) Dalam Kepemimpinan.

Iskandar, Yoseph. 2005. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajawasa). Bandung: CV Geger Sunten.

Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Rahman, Fahri Rezki. 2013. Aktualisasi Nilai Budaya Lokal Dalam Kepemimpinan Pemerintahan Di Kota Palopo.

Ranjabar, Jacobus. 2014. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukardja, Djadja. 2002. Astana Gede Kawali. Cetakan Kedua. Ciamis: Kandepdikbud Kabupaten Ciamis.

Suryani NS, Elis. 2012. Konsep Figur Pemimpin dan Kepemimpinan yang Terungkap dalam Skriptorium Naskah Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy.

--------, (2014). Monografi Desa Kawali. Kawali: Desa Kawali.

http://abeng340-versuchterfolgreich.blogspot.com/2011/02/falsafah-orang-sunda.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 20.20

http://antoncharleadership.blogspot.com/2013/12/kepemimpinan-berbasis-kearifan-lokal_10.html, diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 17.04

http://kangebink.blogspot.com/2013_10_01_archive.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.35

http://sholichindwi.blogspot.com/2012/03/kearifan-lokal.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.44

http://sitikodariah92.blogspot.com/2014/12/kearifan-lokal-bahasa-lisan-dalam.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.20

https://ucoksakitkepala.wordpress.com/2012/04/01/kearifan-lokal-suku-sunda/, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 20.00.

Refbacks

  • There are currently no refbacks.