Abstract
Setiap periode pemerintahan selalu mempunyai kebijakan yang berbeda-beda, salah satunya kebijakan ekonomi. Seperti halnya pemerintahan masa kolonial Belanda akan berbeda dengan pemerintahan Sukarno. Tentu saja perbedaan kebijakan tersebut sekurang-kurangnya akan mempengaruhi gerak ekonomi para usahawan, tidak terkecuali pebisnis dikalangan orang Cina. Perlu adaptasi dengan pemerintahan baru yang didalamnya terdapat kebijakan baru, untuk menjalankan roda bisnisnya. Permasalahan utama yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaruh kebijakan pemerintah Indonesia masa Orde Lama dibidang ekonomi terhadap bisnis orang Cina. Pemerintahan dan kebijakan yang baru sedikit banyak berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis orang Cina di Indonesia. Pada masa kolonial Belanda, orang-orang Cina mendapat tempat yang cukup strategis, sebagai perantara, penarik pajak, dan lain-lain. Setelah merdeka, orang-orang Cina masih tetap dominan dalam bidang ekonomi hingga akhirnya ada program ekonomi yang menghambat mereka, tetapi kemudian hal ini tidak terlalu jadi masalah, yaitu sistem Benteng. Sistem ini justru melahirkan konspirasi ‘Ali-Baba’. Eksistensi pengusaha Cina dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mereka terapkan seperti, hopeng, hong sui, dan hoki.Kata Kunci: Kebijakan, ekonomi, bisnis, dan Cina.ABSTRACTEach period of government always has a different policy, one economic policy. As well as Dutch colonial administration will vary with the Sukarno government. Of course, the policy differences at least will affect the economic activities of entrepreneurs, not least among the Chinese businessmen. Necessary adaptation to the new government in which there is a new policy, for running the business. The main issues discussed in this paper are how the Indonesian government policy in the economy during the Old Order against Chinese business. Government and the new policy is having some effect on the continuity of Chinese business in Indonesia. In the Dutch colonial period, the Chinese got a strategic place, as an intermediary, a tax collector, and others. After independence, the Chinese people is still dominant in the economic field until there is an economic program that hamper them, but then it does not really matter, namely the Fortress system. This system actually spawned conspiracy 'Ali-Baba'. Existence of Chinese entrepreneurs is influenced by the values that they apply like, close friend, hong sui, and hockey.Kata Kunci: Policy, economics, business, and China
References
Handoko, T. Hani. 1996. “Tradisi (Manajemen) Dagang ala Tionghoa” dalam Lembaga Studi Realino. Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha Tionghoa. Yogyakarta: Kanisius.
Kwartanada, Didi. 1996. “Minoritas Tionghoa dan Fasisme Jepang: Jawa 1942-1945” dalam Lembaga Studi Realino. Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha Tionghoa. Yogyakarta: Kanisius.
Leo Suryadinata. 1999. “Negara dan Minoritas Tionghoa di Indonesia” dalam Wacana Vol. 1 No. 2.
Ong Eng Die. 1981. “Peranan Orang Tionghoa dalam Perdagangan” dalam Mely G. Tan (ed) Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia: Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa. Jakarta: Gramedia.
Supriatna, A. Made Tony. 1996. Bisnis dan Politik: Kapitalisme dan Golongan Tionghoa di Indonesia” dalam Lembaga Studi Realino. Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha Tionghoa. Yogyakarta: Kanisius.
Susanto, Budi. 1996. “Rekayasa Kekuasaan Ekonomi (Indonesia 1800-1950): Siasat Pengusaha Tionghoa” dalam Lembaga Studi Realino. Penguasa Ekonomi dan Siasat Pengusaha Tionghoa. Yogyakarta: Kanisius.